Jika mendengar nama gunung
Krakatau kita pasti akan langsung teringat akan cerita para orang tua dan pelajaran
sejarah mengenai betapa dahsyatnya letusan gunung tersebut. Catatan peradaban manusia modern tentang besarnya ledakan pada 1883 membuat yang terkena hingga ke
seluruh dunia. saking dahsyatnya dampak letusan yang juga dirasakan di
negara-negara lain seperti Jepang bahkan pesisir Amerika.
Saat
ini kita dapat melihat sisa-sisa letusan gunung Krakatau, terlihat terbentuk
menjadi gugusan Kepulauan yaitu Pulau Sertung, Pulau Panjang, Pulau Rakata dan Pulau Anak Krakatau. Diantara keempat
Pulau ini hanya Pulau anak Gunung Krakatau lah yang masih aktif dan yang terus
tumbuh.
Teori
yang mengatakan bahwa sebelum terpecah menjadi empat gugusan pulau terdapat sebuah gunung api purba yang
konon letusannya menyebabkan terpecahnya pulau Jawa dan
pulau Sumatera.
Bagaimana gambaran mengerikan pada saat letusan
tahun 1883 inilah sejarah Gunung Krakatau.
Sebagian ilmuwan percaya bahwa dahulu
kala ada sebuah gunung api purba di kawasan yang saat ini menjadi Selat Sunda. Gunung api ini meletus dengan kekuatan yang sangat besar sehingga mengakibatkan
terpisahnya daratan Pulau Jawa dengan Sumatera Teori ini didasari pada sebuah
catatan teks Jawa kuno yang berjudul pustaka raja Purwa yang
diperkirakan berasal dari tahun 416 Masehi.
Catatan dalam teks Jawa kuno tersebut diantaranya berbunyi "Suara guntur menggelegar berasal dari Gunung Batuwara, ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total petir dan kilat kemudian datanglah angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia, sebuah banjir besar datang dari gunung Batuwara dan mengalir ke Timur menuju Gunung Kamula ketika air menenggelamkannya pulau Jawa terpisah menjadi dua menciptakan pulau Sumatera"
Dari catatan ini para ahli memperkirakan bahwa Gunung Krakatau pada awalnya bernama gunung Batuwara. Berdasarkan catatan pustaka raja Purwa tersebut dapat diketahui bahwa ketinggian yang mencapai 2000 meter di atas permukaan laut letusan pada 416 M telah menghancurkan 3/4 bagian tubuh gunungnya serta menyisakan bagian yang kemudian menjadi Pulau Rakata, Pulau Panjang, dan pulau Sertung. Namun ternyata letusan besar ini pun bukan merupakan akhir dari teror Gunung Krakatau, jauh ditengah keheningan Selat Sunda gunung Rakata terus tumbuh dan menjadi sebuah bom waktu.
Letusan gunung Krakatau telah diramalkan oleh seorang jurnalis di Amerika melalui mimpinya malam hari 10 Agustus 1883 Edward Simson seorang jurnalis sekali sekaligus editor Koran Boston love. Dia sedang berjalan ke kantornya saat itu sudah tidak ada seorangpun di kantor hingga akhirnya Simson tertidur di sofa. Pada pukul 03.00 pagi dini hari tiba-tiba ia terbangun, nafasnya terengah-engah keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya, ternyata ia mendapat sebuah mimpi buruk yang terlihat terlalu nyata bagi dirinya. Dalam mimpinya, ia mengaku melihat sebuah gunung berapi meletus dengan sangat dahsyat dan memuntahkan lahar ke laut di sekelilingnya, ia juga bisa merasakan semua ketakutan dan kepanikan masyarakat sekitar gunung api itu. Yang dengan percuma berusaha untuk mengamankan diri.
Dia kemudian memutuskan untuk menuliskan apa yang ada di mimpinya lalu pergi untuk pulang. Keesokan paginya salah seorang editor lainnya tiba di kantor lebih dulu dan menemukan tulisan Simson, ia mengira bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi dia segera mempublikasikannya berita besar ini tersebar. Dari kejadian itu Simson segera berusaha meralatnya dengan mengatakan bahwa berita ini adalah salah dan hanya merupakan mimpi. Namun ternyata hanya berselang 17 hari kemudian Gunung Krakatau benar-benar meletus dan semua yang dituliskannya sangat mirip dengan apa yang terjadi di Krakatau.
Pesisir laut dari daerah Rajabasa di Lampung Selatan tempat di mana Joanna berada Setelah Krakatau meletus pada pada tahun 1883. jika di bandingkan antara penuturan kisah turun temurun dari keturunan pribumi yang selamat dari letusan, pencatatan yang dimiliki oleh pemerintah kolonial Belanda ternyata ditemukan banyak kesamaan hal ini semakin mempertegas betapa dahsyatnya letusan Krakatau. Catatan pemerintah kolonial Belanda saat itu memperkirakan korban letusan Krakatau mencapai lebih dari 36.000 orang.
Lontaran material vulkanik ke atmosfer membuat cahaya matahari yang masuk ke bumi terhalang, ketinggian permukaan laut meningkat sampai ke pantai Hawaii dan semenanjung Timur Tengah. Tidak terbayangkan jika letusan tersebut terjadi di era modern saat ini sudah tentu akan semakin banyak jiwa yang menjadi korban.
Catatan dalam teks Jawa kuno tersebut diantaranya berbunyi "Suara guntur menggelegar berasal dari Gunung Batuwara, ada pula goncangan bumi yang menakutkan, kegelapan total petir dan kilat kemudian datanglah angin dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia, sebuah banjir besar datang dari gunung Batuwara dan mengalir ke Timur menuju Gunung Kamula ketika air menenggelamkannya pulau Jawa terpisah menjadi dua menciptakan pulau Sumatera"
Dari catatan ini para ahli memperkirakan bahwa Gunung Krakatau pada awalnya bernama gunung Batuwara. Berdasarkan catatan pustaka raja Purwa tersebut dapat diketahui bahwa ketinggian yang mencapai 2000 meter di atas permukaan laut letusan pada 416 M telah menghancurkan 3/4 bagian tubuh gunungnya serta menyisakan bagian yang kemudian menjadi Pulau Rakata, Pulau Panjang, dan pulau Sertung. Namun ternyata letusan besar ini pun bukan merupakan akhir dari teror Gunung Krakatau, jauh ditengah keheningan Selat Sunda gunung Rakata terus tumbuh dan menjadi sebuah bom waktu.
Letusan gunung Krakatau telah diramalkan oleh seorang jurnalis di Amerika melalui mimpinya malam hari 10 Agustus 1883 Edward Simson seorang jurnalis sekali sekaligus editor Koran Boston love. Dia sedang berjalan ke kantornya saat itu sudah tidak ada seorangpun di kantor hingga akhirnya Simson tertidur di sofa. Pada pukul 03.00 pagi dini hari tiba-tiba ia terbangun, nafasnya terengah-engah keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya, ternyata ia mendapat sebuah mimpi buruk yang terlihat terlalu nyata bagi dirinya. Dalam mimpinya, ia mengaku melihat sebuah gunung berapi meletus dengan sangat dahsyat dan memuntahkan lahar ke laut di sekelilingnya, ia juga bisa merasakan semua ketakutan dan kepanikan masyarakat sekitar gunung api itu. Yang dengan percuma berusaha untuk mengamankan diri.
Dia kemudian memutuskan untuk menuliskan apa yang ada di mimpinya lalu pergi untuk pulang. Keesokan paginya salah seorang editor lainnya tiba di kantor lebih dulu dan menemukan tulisan Simson, ia mengira bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi dia segera mempublikasikannya berita besar ini tersebar. Dari kejadian itu Simson segera berusaha meralatnya dengan mengatakan bahwa berita ini adalah salah dan hanya merupakan mimpi. Namun ternyata hanya berselang 17 hari kemudian Gunung Krakatau benar-benar meletus dan semua yang dituliskannya sangat mirip dengan apa yang terjadi di Krakatau.
Pesisir laut dari daerah Rajabasa di Lampung Selatan tempat di mana Joanna berada Setelah Krakatau meletus pada pada tahun 1883. jika di bandingkan antara penuturan kisah turun temurun dari keturunan pribumi yang selamat dari letusan, pencatatan yang dimiliki oleh pemerintah kolonial Belanda ternyata ditemukan banyak kesamaan hal ini semakin mempertegas betapa dahsyatnya letusan Krakatau. Catatan pemerintah kolonial Belanda saat itu memperkirakan korban letusan Krakatau mencapai lebih dari 36.000 orang.
Lontaran material vulkanik ke atmosfer membuat cahaya matahari yang masuk ke bumi terhalang, ketinggian permukaan laut meningkat sampai ke pantai Hawaii dan semenanjung Timur Tengah. Tidak terbayangkan jika letusan tersebut terjadi di era modern saat ini sudah tentu akan semakin banyak jiwa yang menjadi korban.
Sejarah Gunung Krakatau Tahun 1883
4/
5
Oleh
Aldhel Oezank